Miska, Si Kucing Introvert, Yang Memilih Pulang Lebih Cepat

Beberapa hari sebelum kepergian Miska, aku berencana akan membuat sebuah tulisan tentang dua kucing kami, yang kami beri nama Miska dan Minky. Kucing- kucing yang selalu memberi kami penghiburan setelah melalui berbagai rutinitas monoton yang sedikit melelahkan. Bersama mereka kami seperti memiliki ruang jeda untuk sejenak melupakan berbagai kerumitan pikiran manusia.

Tapi, belum sempat aku menulis semuanya. Tanggal 25 Februari lalu, Miska meninggalkan kami karena insiden yang tidak pernah kami duga sebelumnya. Miska yang malang, memilih jalan pulang lebih cepat dari yang kami bayangkan. Semoga dia berbahagia di tempat yang lebih aman untuknya.

Hari ini, setelah sekian lama, aku ingin sekali menuliskan beberapa hal tentangnya sebagai kenang- kenangan dan betapa bahagianya kami bisa mengadopsi kucing introvert ini.

Pindahan

Semenjak kepindahan kami berlima ke Jogja (aku dan adik-adikku), kami belum pernah sekalipun memelihara kucing lagi setelah sekian lama. Dulu, ketika kami masih di Papua, kami pernah merawat seekor kucing jantan kampung  berbulu oren putih yang kami beri nama Pushy.

Pushy, yang amat sangat kecil, ditemukan mbak Is dalam kondisi sekarat, hendak diterkam anjing. Awalnya kami takut memelihara binatang apapun, takut diterkam atau digigit olehnya. Tapi, lama kelamaan kami jadi menyayanginya.  Begitulah seterusnya, hingga kami jadi ketagihan memelihara beberapa ekor lagi.

Setelah kami satu per satu meninggalkan Papua untuk melanjutkan sekolah, kami mulai sibuk dengan aktivitas kami masing- masing. Kami harus tinggal secara terpisah, meskipun kami tinggal di kota yang sama, sehingga sangat tidak memungkinkan untuk kami merawat hewan peliharaan seperti dulu ketika kami masih berada di satu rumah yang sama.

Hingga suatu ketika, pandemi menjadi titik tolak kami untuk memulai hidup baru dan keluar dari pondok pesantren tempat kami tinggal dan menimba ilmu. Kebetulan kakaknya Mama alias bude kami, memiliki rumah di daerah jalan Damai yang sudah lama tidak dihuni, dimana lokasinya cukup nyaman dan strategis untuk kami semua. Kami pun pindah dan bersatu kembali dalam satu rumah. Walaupun statusnya ngontrak, setidaknya kami punya satu rumah untuk bisa berkumpul bersama, terutama bagi mama papa, tak perlu kesulitan mencari penginapan supaya kami bisa kumpul bareng satu keluarga kecil, setiap kali pulang ke Jogja.

Begitulah, hingga kemudian Adikku, Nana, mengusulkan untuk kami mengadopsi seekor kucing agar rumah kami jadi lebih punya warna.

Kehadiran Ipit dan Pertemuan Pertama dengan Miska

Sebelum memutuskan untuk mengadopsi kucing. Kami diberi kesempatan untuk merawat kucing anggora milik teman adikku. Namanya Ipit. Ipit adalah kucing anggora betina berbulu putih. Karena kami bukan pemilik penuh Ipit, sehingga kami sering sekali melarang Ipit keluar rumah. Sekitar 3 bulan lamanya Ipit kami rawat, begitu teman adikku kembali ke Jogja, kami mengembalikannya pulang ke pemiliknya.

Ipit. Taken by Zhafira

Setelah Ipit inilah kami akhirnya memutuskan mengadopsi Miska, kucing anggora betina berbulu hitam putih. Adikku Ilma dan Nana yang mencoba mencari informasi tentang adopsi kucing via internet.

Pertama kali bertemu Miska, aku ga langsung sayang, karena Miska ga semenarik Ipit. Aku masih sering membanding- bandingkan Miska dengan Ipit pada waktu itu. Matanya yang sangar dan tidak bersahabat membuatku merasa Miska tak seimut kucing pada umumnya. Waktu itu, Miska masih berusia 4 bulan, tapi terlihat begitu besar.

Miska. Taken By Zhafira

Bulan- bulan awal dirumah kami, Miska begitu agresif, tak jarang ketika kami tidur, dia berusaha mendekati kami. Ia naik ke kasur lalu menaiki punggung kami. Tak jarang dia mendekatkan tubuhnya ke mulut kami, seperti ingin dicium. Miska di bulan- bulan awal masih sangat normal dengan tingkah polahnya.

Lama- lama kelamaan kami jadi terbiasa dengan Miska dan Ia juga menjadi terbiasa dengan lingkungan rumah kami. Di bulan- bulan awal ini, kami masih belum berani melepas Miska ke luar rumah, selain juga karena kebiasaan kami terhadap Ipit. Tetapi lama kelamaan kami biarkan Miska bermain di luar agar tidak stress.

Beberapa bulan berlalu, kami memutuskan untuk menambah 1 kucing lagi untuk menjadi teman Miska. Dan jadilah Minky, menjadi bagian dari kehidupan kami dan Miska. Minky, kucing oren kampung betina yang masih berusia 2 bulan. Kedatangan Minky menambah ramai rumah kami. Tapi, ternyata justru membuat Miska tidak nyaman.

Minky. Taken by Zhafira

Miska tidak memberi kesempatan Minky untuk berdekatan dengannya. Tiap kali Minky mendekat, Miska akan menyeringai dan mengeluarkan suara marah seperti halnya kucing yang sedang terancam. Awalnya kami pikir itu hal yang wajar, pasti akan membaik seiring berjalannya waktu. Dan memang benar, lama kelamaan Minky dan Miska menjadi terbiasa. Dan jadilah dua kucing lucu mewarnai setiap hari- hari kami dengan tingkah polah mereka.

Miska dan Minky bermain.

Suatu ketika, Miska mengalami birahi. Dia amat sangat tidak nyaman dengan kondisinya. Dia selalu gelisah setiap malam, berusaha untuk kabur dari rumah. Selama masa itu dia sering sekali kabur- kaburan, entah kemana. Bisa seharian penuh dia di luar rumah, terkadang mampir sebentar untuk buang air atau makan, sesudahnya kabur lagi entah kemana. Tiap kali kami tak mengizinkannya keluar karena sudah malam, dia akan mengeong keras dan gelisah.

Pernah suatu hari dia tidak pulang hingga pagi. Dan pagi harinya aku lihat dirinya sudah berguling- guling di jalan, minta digendong. Sesudah ku gendong masuk ke rumah, tak lama dia meminta keluar lagi.

Proses itu, seperti membuatnya tidak nyaman. Kami pikir dengan melepaskannya keluar akan membuatnya bertemu dengan kucing jantan. Tapi, Miska tidak kunjung menemukan kucing jantan. Birahi itu berlangsung tidak terus menerus, terkadang ada masa Miska tenang dan bermain seperti biasa, tapi ketika muncul lagi, dia begitu gelisah. Kami membiarkan hal itu berlangsung secara alami, hingga suatu ketika Miska bisa kembali tenang, tapi jadi sangat tenang.

Sebelum Miska akhirnya meninggalkan kami karena suatu insiden yang tidak pernah kami duga, Miska beberapa hari belakangan menjadi sangat tenang. Setiap kali aku pulang kerja, aku selalu mendapati dia tidur di lantai kamar mandi belakang, atau di belakang mesin cuci. Lalu setiap pagi hari, yang biasanya dia begitu bersemangat untuk keluar rumah setiap kali mendengar suara kunci diputar, sudah tidak lagi bersemangat seperti biasanya. Dia lebih sering tiduran di dapur lebih lama lalu keluar dan masuk ke bawah kolong mobil. Begitu terus.

Miska Pergi untuk Selamanya

Pagi yang cerah, tidak ada firasat apapun. Rutinitas kami berjalan seperti biasanya. Kami biarkan Minky dan Miska bermain di luar seperti biasanya. Dan seperti biasanya juga, Minky menikmati udara pagi di dekat pagar rumah kami dan Miska bersembunyi di kolong mobil dan terlihat mengantuk. Aku pun berangkat ke kantor seperti biasanya, begitupun adikku yang lain, hanya tersisa adikku, Nana, yang waktu itu memang tidak berencana pergi kemana-mana.

Sampai di kantor, sekitar pukul 10.00, tiba – tiba adikku, Nana, mengabari lewat pesan WA grup kami kalau Miska mati. Awalnya, aku tidak percaya. Lalu ku telpon adikku. Suaranya yang terdengar jelas kalau habis menangis hebat, membuatku percaya kalau Miska memang sudah berpulang.

Aku belum berani menanyakan sebab Miska mati, mengingat adikku, Nana, pasti begitu kehilangan. Sementara itu, sambil mengingat kembali tingkah polahnya, dan membayangkan di rumah sudah tak ada lagi sosoknya, membuatku ikut meneteskan air mata.

Kami semua kaget dan tidak menyangka, apalagi setelah diceritakan detailnya oleh adikku, Ilma, yang waktu itu sempat mendatangi rumah yang menabrak Miska, beberapa jam setelah dikuburkan.

Kronologinya masih bias dipikiranku karena tidak menyaksikan langsung peristiwanya. Adikku pun katanya hanya dikabari tetangga ketika kondisi Miska sudah berantakan. Adikku yang tidak kuat melihat kondisi Miska memilih untuk menyerahkan proses penguburan kepada yang menabraknya, kebetulan rumahnya hanya beda satu gang dari rumah kami.

Pulang kantor aku langsung menengok kuburan Miska yang berada di belakang pos ronda, tak jauh dari rumah kami. Malam harinya kami semua menaburkan bunga liar yang kami ambil di sepanjang jalan untuk memberikan penghormatan terakhir kami untuk kucing yang sudah memberikan warna di hari-hari kami dan sudah bersedia tinggal bersama kami.

Beberapa hari berlalu, beberapa tetangga ternyata banyak yang memperhatikan Miska, sampai suatu hari, Oma Beti, tetangga depan rumah kami, tiba -tiba menanyakan keberadaan Miska yang tak pernah lagi mampir ke rumahnya. Kuceritakan apa yang aku tahu tentang kejadian yang menimpa Miska. Dari Oma Beti aku baru tahu kalau Miska tengah hamil dan dia sangat sering datang ke rumah Oma Beti dan bermain dengan anaknya.

Miska yang suka menyendiri, semoga kamu kembali dengan bahagia dan menemukan tempat terbaiknya di kemudian nanti.

” Segala sesuatu akan terasa berarti keberadaannya setelah ia pergi”

Tinggalkan komentar